Nabi Syits Jawaban atas Doa Nabi Adam |
Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir, Syits merupakan seorang nabi putra Nabi Adam dan tidak termasuk dalam 25 nabi yang wajib diimani. Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam Qashash al-Anbiyaa yang diterjemahkan oleh Saefullah MS, Syits artinya anugerah Allah. Nama tersebut diberikan karena Nabi Adam AS dan Siti Hawa mendapatkan karunia putra tersebut setelah terbunuhnya Habil di tangan saudaranya sendiri, Qabil.
Taaj Langroodi mengatakan dalam buku Akhlak Para Nabi, Syits lahir lima tahun setelah Habil dibunuh oleh Qabil, yakni 235 tahun setelah Adam diturunkan dari langit ke bumi. Adapun, menurut sebuah riwayat (mutawatir), Syits merupakan keturunan Adam, sedangkan Yafith adalah saudara seimannya.
Saat Nabi Syits dilahirkan, saat itu Nabi Adam berusia 930 tahun. Wasiat diberikan kepadanya karena beliau memiliki kelebihan dari segi keilmuan, kecerdasan, ketakwaan, dan kepatuhan dibanding anak Nabi Adam yang lain.
Begitu mulia Nabi Syits hingga ia diamanahkan untuk menjaga Nur Rasulullah sampai akhir hayatnya. Allah juga menunjuk Syits sebagai nabi dan menurunkan atasnya lima puluh sahifah (lembaran) yang isinya terdapat dalil-dalil, hukum, sunah, fardu, serta syariat-syariat dan batasan hukum Allah.
Lahirnya Syits
Kisah awal kelahiran Nabi Syits sendiri memang bermula dari peristiwa pembunuhan Qabil terhadap Habil. Qabil bisa disebut sebagai awal mula angkara murka di muka bumi setelah Nabi Adam diturunkan ke dunia.
Setelah Adam mengetahui Habil terbunuh, selama setahun dia tidak tertawa dan tidak bergaul dengan Istrinya Hawa. Maka, Allah berfirman kepadanya: “Hai Adam, sampai kapan tangisan dan kesedihan ini? Sesungguhnya Aku akan memberikan pengganti dari anak itu untukmu dengan anak yang terpercaya dan akan menjadi nabi, dan dari keturunannya akan Kujadikan para nabi hingga Hari Kiamat. Tandanya adalah dia akan dilahirkan sendirian, tidak mempunyai saudara sekandung. Apabila lahir anak itu, namailah dia Syits.”
Hawa melahirkan Syits beberapa tahun setelah terjadinya pembunuhan Habil oleh saudaranya sendiri, Qabil. Ketika Hawa mengandung sang anak yakni Syits, kandungannya tidak terasa berat dan dia melahirkannya tanpa dengan susah payah.
Wasiat Nabi Adam kepada Syits
Dalam Kitab Qasas al-Anbiya sebagaimana diceritakan Salim Umar Alatas disebutkan, Nabi Adam sempat menderita sakit selama 11 hari sebelum wafat. Saat masih sakit, Nabi Adam berwasiat kepada Syits untuk meneruskan wasilah kenabian. Syits menerima beberapa wasiat dari ayahnya termasuk perintah untuk memerangi Qabil yang durjana. Nabi Adam memberitahukan Syits tentang akan terjadinya topan dan kehancuran alam. Selain itu diajarkan pula kepadanya tentang waktu-waktu ibadah dalam sehari semalam.
Dikeluarkan juga seutas tali dari sutera yang memuat gambaran tentang para nabi dan orang-orang yang akan menguasai dunia. Tali tersebut diturunkan kepada Adam dari surga dan diberikannya kepada Syits untuk dilipat dan disimpan di dalam tabut (sejenis peti) yang harus terkunci.
Adam lalu mencabut beberapa lembar rambut dari janggutnya dan meletakkannya ke dalam tabut sambil berkata, “Hai anakku, ambillah rambut-rambut ini, dan bawalah bersamamu ketika menghadapi urusan yang penting. Rambut-rambut ini akan membantumu mengalahkan musuh selama masih ada bersamamu. Apabila engkau melihat rambut-rambut tersebut memutih, maka ketahuilah bahwa ajalmu telah dekat dan engkau akan meninggal pada tahun itu“. Kemudian Nabi Adam mencopot cincinnya dan memberikannya kepada Syits serta menyerahkan tabut dan suhuf yang telah diturunkan kepadanya. Adam berkata, “Wahai anakku, perangilah saudaramu, Qabil. Sesungguhnya Allah akan menolongmu untuk mengalahkannya.”
Demikianlah wasiat terakhir yang disampaikan oleh Adam kepada anaknya, Syits. Hal itu kemudian berujung pada peperangan pertama di muka bumi setelah Nabi Adam diturunkan ke dunia. Dalam peperangan tersebut, Qabil kalah dan akhirnya menjadi tawanan. Kedua tangan Qabil dibelenggu ke atas pundak dan ia ditahan ditempat yang sangat panas hingga meninggal.
Wafatnya Nabi Syits
Nabi Syits tumbuh sebagai pribadi yang memiliki akhlak mulia. Beliau bahkan diutus menjadi nabi dengan membawa ajaran yang Allah berikan padanya. Hingga Allah mengirimkan sosok bidadari yang cantik dan rupawan kepadanya. Syits pun memilih bertempat tinggal di Mekkah agar bisa melakukan ritual haji dan umrah di sana. Dia membangun kembali Ka’bah dengan lumpur kental dan tumpukan bebatuan.
Mengutip buku Akhlak Para Nabi: Dari Adam Hingga Muhammad oleh Taaj Langroodi, ketika jatuh sakit dan menjelang ajalnya, Syits menetapkan putranya, Anush, sebagai pelaksana wasiatnya. Syits meninggal pada usia 912 tahun dan dikuburkan di samping makam orang tuanya, di dalam Gua Gunung Abu Qubais.
Eksplorasi konten lain dari BIOGRAFI
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Komentar