RA Kartini |
RA Kartini Berjilbab dan Pejuang Literasi Agama
RA Kartini
Biografi Kartini secara jelasanya ialah sosok perempuan yang berasal dari kabupaten Jepara 21 April 1879 silam. Garis keturunan priyayi melekat didarah Kartini merupakan warisan yang diturunkan oleh ayahnya sendiri yang bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, sementara ibu Kartini yang bernama M. A. Ngasirah merupakan anak dari seorang kyai didaerah Telukawur Jepara. Gabungan antara darah bangsawan dan santri tersebut yang menjadikan Kartini memiliki semangat yang tinggi dalam mendalami berbagai macam ilmu, termasuk ilmu agama.
Tradisi turun temurun yang ada didaerah Kartini adalah menjadikan perempuan hanya melakukan kegiatan di kasur, dapur dan sumur saja. Tradisi tersebut yang menjadikan keterbatasan dalam bergerak bagi kaum perempuan, namun tidak bagi Kartini.
Keadaan seperti inilah yang menjadikan cita- cita dan harapan Kartini semakin menjulang tinggi, Kartini ingin terus belajar. Ruang lingkup yang dipelajari oleh Kartinipun beragam, ada ilmu umum dan juga ilmu agama.
RA Kartini dalam Memahami Al-Qur’an
Kartini ingin sekali memahami isi kandungan Al- Qur’an karena Al- Qur’an merupakan kitab sucinya. Namun selanjutnya harapan Kartini agar mampu memahami Al-Qur’an mengalami hambatan, hal tersebut dikarenakan tradisi penerjemahan bahasa arab kedalam bahasa jawa lokal hingga saat itu para ulama yang menyebar dikalangan masyarakat sekitar belum ada yang mencobanya.
“ Al- Qur’an terlalu suci untuk diterjemahkan dalam bahasa apapun juga. Disini orang tidak tahu Bahasa Arab. Disini orng diajari membaca Al- Qur’an, tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Saya menganggap itu pekerjaan gila; mengajari orang membaca tanpa mengajarkan maknanya”. Bagian surat tersebut yang menjadi saksi tentang tingginya tingkat kepedulian Kartini terkait dengan cara pengajaran agama yang ada.
Guru RA Kartini dalam Beragama
Selang beberapa waktu kemudian, sosok Kyai Sholeh Daratlah yang mampu membukakan hati Kartini untuk berguru padanya. Pengajian yang pertama kali diikuti oleh Kartini adalah Tafsir Al- Fatihah dengan menggunakan bahasa jawa yang ditulis dalam tulisan arab pegon.
Setelah Kartini tau secara mendalam makna kandungan Al- Qur’an, beberapa usulan disampaikan kepada Kyai Sholeh Darat dan usulan tersebut didasarkan pada berbagai macam pengalaman buruk yang pernah dialami oleh Kartini, Kyai Sholeh Darat mencoba menulis tafsir dari surat Al- Fatihah yang kemudian dibuatlah kitab yang bernama Faidur Rahman.
Setelah pengajian tersebut, Kartini mulai menulis lagi surat kepada sahabatnya yang bernama Stella E. H. Zeehandelar dari Belanda. “ Selama ini, Al- Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang- benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa jawa yang saya pahami”. Pertemuan Kyai Sholeh Darat dengan Kartini ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan Kartini selanjutnya. Sebuah tulisan Kartini “ Habis Gelap Terbitlah Terang” kemungkinan besar merupakan penggalan kajian ayat Al- Qur’an surat Ibrahim ayat 1, yaitu “minadz dzulumati ila nuur” yang artinya adalag habis gelap terbitlah cahaya.
Dari pengalaman tersebutlah yang kemudian menjadi cambuk bagi generasi- generasi muda agar mampu terus belajar seumur hidup dan memperjuangkan apa yang dicita- citakan. Pada peringatan hari Kartini bukan hanya sebuah formalitas dengan menampilkan upacara- upacara memakai kebaya, namun juga merupakan sebuah hari dimana perjuangan itu lahir dan kemenangan literasi adalah puncaknya.
Eksplorasi konten lain dari BIOGRAFI
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Komentar